Takdir yang Belum Terbaca
Di bawah langit Cot Gapu, tepatnya malam acara MTQ,
dalam rangka menonton keponakan yang tampil mengikuti lomba Syarhil Qur’an tiga tahun lalu.
Kami pertama kali saling menatap sekilas, tanpa sapa,
hanya dua jiwa yang seakan asing, hadir dalam takdir yang belum terbaca.
Namun Allah telah menuliskan cerita kami jauh sebelum mata ini saling bertemu.
Tak pernah ada pertemuan yang kebetulan.
Resepsi sederhana abang kandungku menjadi awal dari langkah yang perlahan.
Dia datang, membawa tanya dalam diam,
mengumpulkan keberanian, menggenggam harap dalam kesungguhan.
Ketulusan yang Tak Pernah Luntur
Aku sempat menolak,
bukan karena tak menghargai, tapi ingin menjaga mimpi yang belum selesai.
Namun ia tak pernah menyerah.
Dengan cara yang paling tulus—ia hadir, bukan sekadar hadir.
Ia mengingat setiap hari penting dalam hidupku,
seolah berkata: “Aku ingin jadi bagian dari setiap langkahmu.”
Jawaban di Ujung Kesabaran
Tanggal 5 Mei 2025,
aku coba melepaskan supaya ia tidak membuang-buang waktu untuk mendekati aku.
Namun 7 Mei 2025,
ia kembali dengan bunga dan niat yang tetap sama.
Lalu aku membuka hati, perlahan...
Dengan istikharah yang tak henti kupanjatkan,
ternyata namanya selalu ada dalam doaku.
Ia adalah jawaban yang Allah simpan di ujung kesabaran.
Janji Suci dan Harapan Baru
29 Juni 2025 kami bertunangan.
25 September 2025 kami mengikat janji suci pernikahan.
11 Oktober 2025 kami rayakan bersama keluarga dalam acara Preh Linto Baro.
Semoga ini menjadi awal dari rumah tangga
yang dilimpahi rahmat dan keberkahan-Nya.
Sakinah, Mawaddah, Warrahmah.
Aamiin ya Rabbal ‘Alamiin.