Satu Tahun yang Mengubah Segalanya
Di lantai LG sebuah gedung Alam Sutra, Fadhil dan Devi telah bekerja selama satu tahun di perusahaan yang sama—namun hampir tak pernah saling menyapa. Devi duduk di divisi greeter, sementara Fadhil di bagian bar Sushi. Keduanya hanya tahu nama masing-masing dari daftar absent, dan selebihnya hanyalah sosok asing yang kebetulan berada di gedung yang sama.
Waktu berlalu tanpa pernah ada percakapan panjang, hanya anggukan singkat atau senyum tipis saat berpapasan di depan pintu gedung.
Namun tahun kedua membawa perubahan kecil yang tak terduga. jadwal bareng di pagi hari menyatukan mereka. Terpaksa berinteraksi, mengobrol tentang alamat rumah, hobby, cerita yang absurd hingga membuat jarak asing yang dulu ada perlahan memudar.
Devi menyadari bahwa Fadhil bukan sekadar pria pendiam di belakang bar sushi. Ia punya selera humor yang halus, perhatian yang tak banyak bicara, dan cara memandang dunia yang hangat. Sementara Fadhil mulai melihat sisi Devi yang tak pernah ia perhatikan sebelumnya—perhatian, penuh semangat, dan diam-diam penyuka selera humor yang sama.
Setiap hari terasa berbeda. Mereka mulai mencari alasan untuk libur kerja bersama, atau sekadar berjalan berdua saat pulang kerja. Hujan yang dulu menyebalkan kini jadi alasan untuk berbagi jas ujan dan tawa.
Tanpa sadar, satu tahun berlalu Dan di suatu malam yang biasa, Fadhil memberanikan diri mengucapkan kalimat yang mengubah segalanya.
“Dev, kita mungkin baru benar-benar kenal satu tahun, tapi aku merasa kita bisa melewati banyak tahun lagi… bareng. Mau menikah denganku?”
Devi tersenyum. Tak ada keraguan di matanya.
“Aku mau.”
Bagi orang lain, mungkin terasa cepat. Tapi bagi mereka, waktu bukan soal angka—melainkan tentang kedalaman yang dibangun dalam kebersamaan. Dan satu tahun itu, cukup untuk mereka yakin bahwa cinta bisa tumbuh, bahkan dari dua orang asing yang dulunya hanya saling diam di dalam gedung.